BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Dalam
dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekomoni di Indonesia cukup stabil dengan
pertumbuhan rata-rata Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5,8%. Pertumbuhan
ekonomi yang lebih lanjut mendasari Pemerintah Indonesia untuk mendorong
pembangunan infrastruktur. Infrastruktur merupakan salah satu prasyarat dasar
pembangunan ekonomi suatu negara. Pada tahun 2011, Pemerintah mengeluarkan
sebuah rancangan pembangunan Indonesia yaitu Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2015 (MP3EI). Guna mencapai target
tersebut pembanguan infrastruktur tersebut, (MP3EI) menekankan pentingnya
pembangunan pada enan (6) koridor ekonomi yakni: Sumatera, Jawa-Bali,
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Kalimantan
menurut Menteri Hatta Rajasa (2011), menjadi salah satu yang mendapatkan
investasi terbesar dalam pelaksanaan MP3EI yaitu sebesar Rp 178,1 triliyun. Pembangunan
infrastruktur di Kalimantan selama ini masih kurang, dengan adanya MP3EI
diharapkan pertumbuhan ekonomi Kalimantan membaik, agar mampu mendorong
pembangunan infrastruktur, salah satunya adalah infrastruktur bandar udara.
Kalimantan Selatan yang merupakan bagian dari Pulau Kalimantan juga sedang
berbenah dalam pembangunan infrastruktur berupa bandar udara. Dalam Dokumen
Penjabaran Perencanaan Daerah Kota Banjarbaru (2014) Bandar Udara Syamsuddin
Noor merupakan kawasan strategis untuk kepentingan ekonomi.
Saat ini,
Bandar Udara Syamsudin Noor merupakan bandar udara pengumpul skala sekunder
yang akan dikembangkan menjadi bandar udara internasional, dimana keberadaan
bandar udara tersebut telah menjadi pusat koleksi dan distribusi barang dan
jasa dari dan ke Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Tengah dan sebagian
Kalimantan Timur. PT. Angkasa Pura 1 sebagai operator dari Bandar Udara
Syamsuddin Noor menyebutkan bahwa kapasitas bandara ini hanya bisa menampung 4
juta penumpang. Namun, data pada tahun 2013 jumlah penumpang dilayani mencapai
5,5 juta. Dengan adanya hal ini, maka direncanakan pengembangan Bandar Udara
Syamsudin Noor dengan total investasi mencapai Rp 25 triliyun selama 5 tahun.
Dalam
pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu negara,diperlukan pembiayaan
baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Kebutuhan pembiayaan pembangunan
di masa yang akan datang diprediksi akan semakin besar. Kebutuhan yang semakin
besar ini tidak akan dapat dibiayai oleh pemerintah saja melalui penerimaan
pajak dan penerimaan lainnya seperti ekspor migas dan non-migas. Beberapa
sektor lain yang dapat dijadikan alternatif sumber pembiayaan pembangunan
adalah perbankan dan pasar modal. Selain itu pula pembiayaan pembanguan bisa
melalui pihak swasta, dalam hal ini adalah kontraktor.
PT.
Pembangunan Perumahan (2003) menjabarkan salah satu cara untuk mendapatkan
suatu proyek konstruksi adalah dengan melakukan dan mengikuti penawaran lelang
atau tender proyek. Tender atau
penawaran lelang proyek merupakan bagian dari kegiatan pemasaran. Dalam jasa
konstruksi, pelaksanaan lelang dilakukan oleh yang memberi tugas atau pemilik
proyek dengan mengundang beberapa perusahaan jasa konstruksi untuk mendapatkan
satu pemenang yang dapat melaksanakan proyek tersebut sesuai dengan persyaratan
yang ditentukan dengan harga yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan baik
dari waktu, mutu, dan kualitas.
Pembangunan
fisik Bandar Udara Syamsudin Noor belum sama sekali terlaksana, karena
terkendala proses pembebasan lahan dan permasalahan dalam tender. Sejak tahun 2010 hingga sekarang masalah pembiayaan
pembangunan bandara ini belum terlihat nyata. Dengan kapasitas yang ada dan
juga status bandara bertaraf internasional. Seharusnya para pemangku
kepentingan bisa bekerja sama untuk menyelsaikan permasalahan ini.
1.2
Rumusan Masalah
Terkait dengan latar belakang diatas,
maka di dapat rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Proses Pembiayaan Pembangunan Bandar
Udara Syamsuddin Noor.
2. Peran pemangku kepentingan dalam
pembangunan Bandar Udara Syamsudin Noor.
3. Penyebab lambannya pembangunan Bandar
Udara Syamsuddin Noor.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan Critical
Review ini adalah:
1.
Mengetahui
proses pembiayaan pembanguan Bandar Udara Syamsuddin Noor.
2.
Mengidentifikasi
peran pemangku kepentingan dalam pembangunan bandar udara.
3.
Mengetahui
penyebab lambannya pembangunan Bandar Udara Syamsuddin Noor.
BAB II
Konsep Dasar Teoritis
2.1. Alasan
Pemilihan Isu
Bandara
merupakan salah satu intrumen infrastruktur yang sangat penting untuk
menghubungkan setiap daerah yang ada di Indonesia. Karena keadaan geografis
Indonesia yang berbentuk kepulauan, sehingga bandara menjadi hal yang penting
selain pelabuhan. Namun pembangunan infrastruktur bandar udara Syamsudin Noor
di Kalimantan Selatan menemui banyak kendala dan masalah, mulai dari lambannya
proses pembebasan lahan, korupsi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan,
sudah sejak lama pembangunan bandar udara ini sekitar 5-6 tahun tertunda.
Masyarakat seperti sudah bosan menunggu proses pembangunan bandara, ground breaking hanya sebagai serimonial
saja guna membahagiakan pemerintah pusat. Isu ini jarang diangakat ke publik,
sesungguhnya pembangunan bandara sudah berjalan mulai 2014. Kapasitas bandara
yang sekarang yang sudah tidak mampu lagi menampung lonjakan penumpang yang
ada. Belum lagi status bandara bertaraf internasional yang semakin menjadi
beban. Bandara merupakan pintu masuk wisatawan yang menuju daerah, jika
bandaranya sudah terlihat kurang tertata, bagaimana para wiasatawan ingin
berkunjung ke Kalimantan Selatan. Itulah mengapa isu ini diangkat
2.2. Infrastruktur
Pengertian infrastruktur, menurut Grigg
(1988) infrastruktrur merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi,
pengairan, drainase, bangunan gedung dan fasilitas public lainnya, yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun ekonomi.
pengertian ini merujuk pada infrastruktur sebagai suatu sistem. Dimana
infrastruktur dalam sebuah sistem adalah bagian berupa sarana dan prasarana
yang tidak terpisahkan satu sama lain.
Seperti yang dikatakan Kodoatie (2005)
,Infrastruktur sendiri dalam sebuah sistem yang menopang sistem sosial dan
sistem ekonomi sekaligus menjadi penghubung dengan dengan sistem lingkungan.
Ketersediaan infrastruktur memberikan dampak terhadap sistem sosial dan ekonomi
yang ada dalam kehidupan masyarakat. Oleh kerena itu, infrastruktur perlu
dipahami sebagai dasar – dasar dalam mengambil kebijakan.
Berdasarkan Stone (1974) dalam American Public Work, infrastruktur
didifinisikan sebagai fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh
para agen public untuk memenuhi fungsi-fungsi pemerintahan dalam menyediakan
air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi, dan pelayanan-pelayanan
semacamnya untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial. Dengan
demikian infrastruktur adalah aset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga
memberikan pelayanan publik yang penting. Sedangkan fasilitas dan struktur
dasar, peralatan, instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk berfungsinya sistem
sosial dan sistem ekonomi masyarakat disebut sebagai sistem infrastruktur.
Pembangunan infrastruktur dalam sebuah sistem menjadi penopang kegiatan yang
ada dalam suatu ruang. Infrastruktur merupakan tempat dan juga katalisator
dalam sebuah pembangunan. Ketersediaan infrastruktur dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas yang menuju pada perkembangan ekonomi suatu
kawasan. Sistem rekayasa dan menejemen infrastruktur berpengaruh kepada sistem
tata guna lahan yang akhirnya membangun suatu kegiatan. Hubungan pembanguan
infrastruktur dan tata guna lahan sudah ditegaskan oleh Grigg dan Fontane
(2000). Peran infrastruktur sebagai mediator antara sistem sosial dan ekonomi
dalam kehidupan dengan tetap didukung oleh lingkungan alam. Jika infrastruktur
kurang mendukung dalam hal ini kurangnya fungsi akan memberikan dampak kepada
kehidupan manusia dan sebaliknya jika infrastruktur berlebihan dengan tidak memperhitungkan daya dukung
lingkungan akan merusak alam yang pada akhirnya akan merugikan manusia dan mahluk
hidup lainnya. Selain itu infrastruktur merupakan pendukung dari sistem sosial
dan ekonomi, dimana sistem ekonomi didukung oleh sistem infrastruktur dan
sistem sosial sebagi obyek dan sasaran didukung oleh sistem ekonomi. Oleh
karena itu setiap perencaan dan perancangan sebaiknya dilakukan dengan terpadu
dan menyeluruh.
Jadi, infrastruktur merupakan suatu
fasilitas yang dibangun atau dikembangkan untuk kepentingan publik untuk
memenuhi fungsi pemerintah dalam mendukung aktivitas masyarakat dalam memenuhi
kebutuhannya. Seperti ketersediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah,
transportasi, dan pelayanan semacamnya untuk memfasilitasi tujuan-tujuan
ekonomi dan sosial. Pembangunan infrastruktur menjadi penopang kegiatan dalam
suatu kawasan dan menjadi katalisator dalam sebuah pembangunan. Infrastruktur
berperan sebagai mediator antara sistem sosial dan ekonomi serta didukung
lingkungan alam. Itu sebabnya dalam setiap perencanaan harus dilakukan secara
terpadu dan menyeluruh.
2.3.
Pengetian Bandar Udara
Bandar
udara merupakan bagian dari infrastruktur, yang pembangunannya harus dikaji
dengan matang, terpadu dan menyeluruh. Bandar udara atau bandara memiliki
pengertian yang berasal dari kata "bandar" (tempat berlabuh) dan
"udara". Bandar udara diartikan sebagai "suatu tempat di darat
atau di air di mana pesawat udara dapat mendarat untuk menurunkan atau
mengangkut penumpang dan barang, mengadakan perbaikan atau mengisi bahan bakar”
(G&G Meriem Company , 1959). Maka, arsitektur bandara dapat diartikan
sebagai suatu wadah yang berfungsi menampung perpindahan orang atau barang dari
suatu mode angkutan ke kendaraan udara atau sebaliknya. Di dalamnya menyangkut
bangunan terminal (terminal building),
tempat parkir pesawat terbang (apron),
parkir kendaraan darat, jalan, jalur hijau. Sedangkan definisi bandar udara
menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah "lapangan udara, termasuk segala
bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin
tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat". Berdasarkan
klasifikasi atau status bandara, menurut pelayanannya sesuai dengan rute
penerbangan dan peranan pemerintah dapat dibedakan atas: bandara internasional,
bandara domestik, bandara internasional dan domestik. Status bandara
berpengaruh pula terhadap panjang landasannya yang sesuai dengan jelajah
pesawat terbangnya. Berdasarkan sumber Ditjen Perhubungan Udara , panjang
minimal landasan yang dimiliki bandara sesuai dengan klasifikasinya, yakni
bandara internasional 2.350 m, bandara pusat utama 1.850 m, bandara propinsi
1.250 m, dan bandara perintis 750 m. Wujud dasar suatu bandara umumnya
dikelompokkan menjadi dua bagian, sebagai berikut.:
1) Terminal
Building yang di
dalamnya terdapat
a) Bangunan terminal sebagai fasilitas
wadah kegiatan penanganan penumpang dan barang, kegiatan airlines, pengelolaan
dan kegiatan lain yang mendukungnya,
b) Hanggar dari pesawat sebagai wadah
kegiatan pemeliharaan pesawat,
c) Fasilitas pemeliharaan bandara, termasuk
pemadam kebakaran
d) Apron, untuk fasilitas bongkar muat barang dan
penumpang serta juga wadah kegiatan pelayanan teknis pesawat.
2) Landasan pacu (runway) yang meliputi prinsip pengaturan tata letak runway yang dapat dibagi jadi 3 bagian,
yakni: single runway, paralel runway dan divergent runway. Pengaturan ini dapat dikembangkan lebih lanjut
yang dipengaruhi oleh kebutuhan panjangnya, jumlah dan arah runway.
Adapun istilah yang berkaitan dengan operasi penerbangan
1. Penerbangan berjadwal : penerbangan
secara teratur dan tetap pada jalurjalur tertentu untuk mengangkut penumpang
barang jasa dan pos.
2. Penerbangan tak berjadwal : penerbangan
secara sewaktu-waktu pada jalur-jalur yang diperlukan untuk mengangkut
penumpang barang jasa dan pos.
2.4.
Fungsi Bandara Udara
Bandara berfungsi sebagai suatu tempat
dengan segala perlengkapan beserta gedungnya, dipakai untuk pemberangkatan,
pendaratan dan pelayanan bagi pesawat terbang dengan segala muatannya, berupa
penumpang dan barang. Artinya, bandara merupakan tempat perpindahan dari sub
sistem angkutan udara ke udara, udara ke darat atau udara ke air. Dewasa ini
fungsi bandar udara telah banyak bergeser dibeberapa belahan dunia. Pergeseran
dimaksud adalah pengelolaan bandar udara yang semula berfungsi sebagai tempat
tujuan (destination airport) berubah
atau bertambah menjadi tempat transit (transit
airport) yang sekaligus merupakan kawasan bisnis (aerometropolitan).
Pentingnya pengembangan sektor
transportasi udara :
1. Merupakan urat nadi Pembangunan Nasioanal
untuk melancarakan arus manusia barang maupu informasi sebagai penunjang
tercapainya pengalokasian sumber-sumber perekonomian secara optimal untuk itu
jasa transportasi harus cukup tersedia secara merata dan terjangkau daya beli
masyarakat.
2. Mempercepat arus lalu lintas penumpang,
kargo servis.
3. Peran Transportasi Udara Dalam Integrasi
Nasional: Penunjang Dan Pendorong Stabilitas Wilayah Perbatasan Indonesia
2.5.
Aktifitas Bandar Udara
Bandara
merupakan penghubung antara transportasi daratan dan udara yang secara umum
bandara mempunyai fungsi sebagai :
1. Tempat keberangkatan dan kedatangan
penumpang pesawat
2. Untuk bokar/muat barang atau naik/turun
penumpang
3. Tempat perpindahan (interchange) antar transit
Unsur-unsur pokok yang terkait di dalam angkutan udara
antara lain : pesawat udara, terminal, en
route (air way, navigation,
meteorology approach control dan radio
monitoring). Masing-masing unsur ini memiliki ketergantungan yang sangat erat
satu sama lain, sehingga jika satu berkembang maka yang lain akan berkembang
juga sejalan dengan urgensinya.
Kegiatan yang menunjang unsur-unsur
pokok itu antara lain :
1. Kegiatan pelayanan penumpang dan barang
secara operasional maupun administratif,
2. Pelayanan bagi keamanan penerbangan pada
waktu terbang, mendarat atau naik,
3. Pelayanan pesawat terbang dalam hal
teknis dan operasional, yang sesuai dengan hukum-hukum internasional maupun
domestik, menyangkut peranan pemerintah dalam transportasi udara.
Sebelum melahirkan macam ruang yang
dibutuhkan, tentu harus dianalisis pola pewadahannya sampai kegiatan yang ada
di bandara. Macam kegiatan itu antara lain meliputi:
1. airlines (agen penerbangan, penjualan tiket,
sampai administrasi dan operasional),
2. pelayanan umum (kedatangan dan keberangkatan
penumpang, transit, istirahat makan/minum), persewaan (penjualan suvenir, jasa,
surat menyurat, perhubungan),
3. pengelola bandara (pimpinan, kepala bagian,
staf, dan pelaksana),
4. prosessing penumpang (pengawasan atau
kontrol),
5. sirkulasi dan utilitas (untuk penumpang
maupun petugas),
6. cargo,
7. pelayanan parkir, dan
8. penunjang kegiatan (teknis dan jaga).
2.6.
Tipe bandar udara
Klasifikasi
airport atau bandara Menurut Horonjeff (1994) ditentukan oleh berat pesawat
terbang hal ini penting untuk menentukan tebal perkerasan runway, taxiway dan apron,
panjang runway lepas landas dan
pendaratan pada suatu bandara. Bentang sayap dan panjang badan pesawat
mempengaruhi ukuran apron parkir,
yang akan mempengaruhi susunan gedung-gedung terminal. Ukuran pesawat juga
menentukan lebar runway, taxiway dan
jarak antara keduanya, serta mempengaruhi jari-jari putar yang dibutuhkan pada
kurva-kurva perkerasan. Kapasitas penumpang mempunyai pengaruh penting dalam
menentukan fasilitas di dalam dan yang berdekatan dengan gedung-gedung
terminal. Panjang runway mempengaruhi
sebagian besar daerah yang dibutuhkan di suatu bandara. Selain berat pesawat,
konfigurasi roda pendaratan utama sangat berpengaruh terhadap perancangan tebal
lapis keras. Pada umumnya konfigurasi roda pendaratan utama dirancang untuk
menyerap gaya-gaya yang ditimbulkan selama melakukan pendaratan (semakin besar
gaya yang ditimbulkan semakin kuat roda yang digunakan), dan untuk menahan
beban yang lebih kecil dari beban pesawat lepas landas maksimum. Dan selama
pendaratan berat pesawat akan berkurang akibat terpakainya bahan bakar yang
cukup besar.
Berdasarkan klasifikasi atau status bandara,
menurut pelayanannya sesuai dengan rute penerbangan dan peranan pemerintah
dapat dibedakan atas: bandara internasional, bandara domestik, bandara
internasional dan domestik.
1. Bandar udara domestik merupakan sebuah
bandar udara yang hanya menangani penerbangan domestik atau penerbangan di
negara yang sama. Bandara domestik tidak memiliki fasilitas bea cukai dan
imigrasi dan tidak mampu menangani penerbangan menuju atau dari bandara luar
negeri.
2. Bandar udara internasional merupakan
sebuah bandar udara yang dilengkapi dengan fasilitas bea cukai dan imigrasi
untuk menangani penerbangan internasional menuju dan dari negara lainnya.
Bandara sejenis itu umumnya lebih besar, dan sering memiliki landasan lebih
panjang dan fasilitas untuk menampung pesawat besar yang sering digunakan untuk
perjalanan internasional atau antar benua.
Penentuan jenis bandar udara ini
berdasarkan :
a. Kebutuhan masa sekarang dan yang akan
datang dari kota dan lingkungan sekitar bandar udara atau bahkan lingkup suatu
negara tehadap luas jangkauan jalur penerbangan
b. Kebutuhan politis yang disyaratkan
misalnya sebuah bandara udara internasional untuk sebuah ibukota negara dan
sebuah bandara udara domestik untuk ibukota propinsi atau sesuai pertimbangan
politis lainnya.
2.7. Sumber-sumber
Pembiayaan Pembangunan
Secara
teoritis, modal bagi pembiayaan pembangunan perkotaan diperoleh dari 3 suber
dasar: pemerintah/public, swasta/private, dan gabungan antara pemerintah dan
swasta. Sumber pembiayaan pembangunan merupakan pengalokasian dana yang
digunakan untuk pembangunan kegiatan ekonomi, sosial, fisik, dll. Sumber
pembiayaan sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu: sumber pembiayaan konvensional
dan sumber pembiayaan non konvensional. Sumber pembiayaan konvensional
diperoleh dari pemerintah, yaitu dari anggaran pemerintah seperti APBN/APBD,
pajak, retribusi. Sedangkan non konvensional berasal dari pinljaman luar
negeri. Menurut Mulyadi (2001, p.488), anggaran adalah suatu rencana kerja yang
dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar ukuran
yang lain yang mencakup jangka waktu satu tahun. Menurut Gunawan Adisaputro dan
Marwan Asri (1989:6), anggaran adalah suatu pendekatan yang formal dan
sistematis daripada pelaksanaan tanggung jawab manajemen dalam perencanaan,
koordinasi, dan pengawasan.
Definisi
anggaran, atau biasa disebut dengan pembiayaan publik di atas, dapat digunakan
baik dalam lingkup rumah tangga maupun daerah/negara. Anggaran terbagi menjadi
2, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD). APBN dikeluarkan oleh pemerintah pusat atas
persetujuan DPR. Sedangkan APBD dikeluarkan oleh pemerintah daerah melalui
persetujuan DPRD. Perbedaan undang-undang perda tentang APBN/APBD dengan
undang-undang lainnya adalah:
● Periodisitas
dan kontinuitas, artinya undang-undang anggaran hanya berlaku satu tahun.
Sedangkan undang-undang lain berlaku secara terus menerus.
● Materiil,
artinya undang-undang anggaran hanya berlaku bagi pemerintah. Sedangkan
undang-undang lain mengikat semua masyarakat.
2.7.1. RPJM
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah)
Dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Kota Banjarbaru 2011-2015, bandar udara Syamsudin Noor masuk kedalam
struktur sistem pusat pelayanan kegiatan kota, dengan luas wilayah kawasan
kurang lebih 400 Ha di Kecamatan Landasan Ulin. Dari data yang ada jumlah
penumpang Bandara Syamsudin Noor pada tahun 2009 sebanyak 1. 032. 415 orang.
2.7.2. Sistem
Anggaran di Indonesia
Sistem anggaran
di Indonesia menggunakan sistem anggaran daerah dan terpusat. Pada saat
berlangsungnya masa orde baru sistem anggaran di Indonesia merupakan sistem
anggaran terpusat, dimana semua anggaran yang ada tercantum dalam APBN. Pada
era reformasi, yakni sekitar tahun 1999 diberlakukan kebijakan otonomi daerah
yang pada akhirnya mengharuskan pemerintah daerah untuk memiliki buku anggarannya
sendiri atau biasa disebut APBD. APBN sendiri disahkan oleh Kementrian Keuangan
sedangkan APBD disahkan oleh Kementrian Dalam Negeri. Karena Indonesia
menggunakan sistem anggaran terpusat dan sistem anggaran daerah maka sistem
anggaran di Indonesia disebut sistem anggaran yang terpadu.
2.7.3. Pinjaman
Luar Negeri
Makhlani dalam
tulisannya yang berjudul Pola Pembangunan Ekonomi dengan Pinjaman Luar Negeri
(2007) menyatakan bahwa:
(i)
Terdapat
hubungan kausalitas antara Pinjaman Luar Negeri dengan pertumbuhan ekonomi,
Pinjaman Luar Negeri pemerintah, dan Pinjaman Luar Negeri swasta.
(ii)
Sifat
kausalitas antara Pinajaman Luar Negeri dan pertumbuhan ekonomi telah membentuk
pola pembangunan dengan Pinjaman Luar Negeri dan dapat menjadi penyebab
akumulasi Pinjaman Luar Negeri yang besar.
(iii)
Karakteristik
Pinjaman Luar Negeri pemerintah dan Pinjaman Luar Negeri swasta tidak sama
sehingga berdampak beda atas pertumbuhan ekonomi dan sifat kausalitas antara
Pinjaman Luar Negeri pemerintah dan Pinjaman Luar Negeri swasta dapat membentuk
kombinasi Pinjaman Luar Negeri yang efektif.
Makhlani juga berpendapat
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Pinjaman Luar Negeri yang
diterima suatu negara dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan Pinjaman
Luar Negeri hanya merupakan substitusi mobilisasi yang bersumber dari dalam
negeri dan Pinjaman Luar Negeri yang besar dapat menyebabkan ekonomi suatu
negara rentan terhadap gejolak perekonomian global. Hal ini telah terbukti di
Indonesia yang merupakan salah satu negera berkembang dan memiliki Pinjaman
Luar Negeri yang terus meningkat baik Pinjaman Luar Negeri Pemerintah maupun
Pinjaman Luar Negeri Swasta. Pinjaman Luar Negeri Swasta melalui Frankfurt
Agreement yang menghasilkan 3 program yaitu:
1.
Penyelesaian
masalah Pinajaman Luar Negeri antarbank melalui program Interbank Debt Exchange Offer.
2.
Penyelesaian
kendala pembiayaan perdagangan melalui program Trade Maintence Facility.
3.
Penyelesaian
masalah pinjaman sektor swasta non bank melalui program Indonesian Debt Restructuring Agency.
BAB
III
Analisa
(Criical Review)
3.1.
Analisa Kebijakan Pembiayaan Pembangunan
Bandara
Berdasarkan kajian teori yang sudah
dibahas pada Sub Bab II, mengenai bandara merupakan salah satu prasarana
infrastruktur transpotasi yang memudahkan perpindahan barang dan juga manusia
dari satu tempat ke tempat lainnya sesuai dengan tujuan. Indonesia yang
merupakan negara kepulauan pasti sangat membutuhkan infrastruktur bandara yang
memadai guna melayani semua kebutuhan penerbangan. Oleh karena itu Pemerintah
Provinsi Kalimantan Selatan mengajukan pembangunan Bandar Udara Syamsudin Noor
dengan mekanisme pembiayaan yang ada. Berdasarkan PP No. 40 Tahun 2012, bahwa
pembiayaan pembangunan bandar udara dilaksanakan sesuai dengan mekanisme APBN.
Dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan disetujui oleh DPRD serta pembangunannya
diprakarsai oleh BUMD.
Dalam mekanismenya pemerintah daerah
bekerjasama dengan pihak swasta atau dalam hal ini pembiayaan non konvensional.
Seperti halnya dengan Bandara Syamsudin Noor disebutkan bahwa pembiayaan
dilakukan dengan pemberian pinjaman berjangka waktu panjang serta dengan
penerbitan obligasi. Bandara Syamsudin Noor sendiri membutuhkan dana
pengembangan sebesar Rp 2,3 triliyun. Dalam pembangunannya sudah tertunda sejak
tahun 2010. Keterlambatan ini dikarenakan proses pembebasan lahan yang belum
usai akibat dari tumpang tindih lahan, ketidaksesuaian harga ganti rugi.
Seharusnya pemerintah sudah menyiapkan kebijakan mengenai ganti rugi lahan,
seperti yang di ketahui harga ganti rugi lahan berbeda-beda di setiap tempat.
Padahal kebutuhan akan bandara baru sangat mendesak dengan adanya hal ini maka
proses pembangunannya terganggu.
3.2.
Analisa Permasalahan Pemangku
Kepentingan
Setiap
proyek pembangunan berskala besar seperti pembangunan bandara memiliki potensi
yang besar akan penyelewengan. Dana yang besar membuat semua orang terpana dan
berani untuk melakukan kecurangan seperti korupsi. Salah satu penghambat
pembangunan Bandara Syamsudin Noor terjadi karena beberapa pemangku kepentingan
melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan. Mereka berani menyelewengkan
dana pembebasan lahan pembangunan Bandara Syamsudin Noor. Dalam proses
pembebasan lahan untuk perluasan bandara terjadi penyimpangan pada pemberian
ganti rugi yakni uang diberikan bukan
kepada orang yang sebenarnya pemilik. Kerugian negara akibat perbuatan ini
sebesar Rp 135 milyar.
Sebagai
pemangku kepentingan seharusnya bertanggung jawab akan tugas yang sudah
diberikan. Yang dirugikan adalah warga Kalsel khususnya yang menanti
pembangunan Bandara Syamsudin Noor, karena kapasitas bandara yang sudah
berlebihan.
3.3.
Rekomendasi
Banyak
stakeholder yang terkait di dalam perencanaan pembangunan infrastruktur Badar
Udara Syamsudin Noor, mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kota Banjarbaru, Badan Pertanahan Nasional Kota Banjarbaru, PT.
Angkasa Pura 1 sebagai operator bandara, dan masyarakat sekitar bandara, serta
masih banyak lagi. Pemerintah pusat lebih berperan kepada pendanaan melalui
APBN, pemerintah provinsi berperan dalam pendanaan melalui APBD Kalimantan
Selatan. Jika semua stakeholder dapat bekerjasama, mungkin semua permasalahan
pembiayaan pembangunan dari Bandara Syamsudin Noor bisa berjalan dengan baik.
Pemerintah Provinsi selalu memberikan perkembangan pembangunan bandara kepada
pemerintah pusat. Selanjutnya pemerintah pusat mengawasi kinerja dari dari
pemerintah Provinsi, dan tidak segan bertindak tegas apabila terjadi
kekeliruan. Seperti memotong dana pembangunan Bandara. Dan keterbukaan terhadap
pendanaan pembangunan.
Komposisi
pinjaman tidak jadi masalah akan tetapi harus untung lebih besar dari pada
titik kritis suatu usaha sehingga di dapat hasil yang maksimal, perlu diakuakan
efisiensi pengeluaran dan optimalisai pendapatan sebagai langkah untuk
mengantisipasi tren turunnya penumpang, jumlah dan pinjaman sesuaikan dengan
batas titik jenuh investasi sehingga tidak menimbulkan ke mubaziran atau
buang-buang uang.
BAB IV
Kesimpulan
4.1.
Kesimpulan
Dari
hasil analisis mengunakan teori yang ada dapat ditarik kesimpulan bahwa
pemasalahan pembiayaan pembangunan Bandara Syamsudin Noor sebagai berikut:
1. Peratuaran Pemerintah No. 40 Tahun 2012
menjelaskan bahwa pembiayaan pembangunan bandar udara dilaksanakan sesuai
dengan mekanisme APBN. Dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan disetujui oleh
DPRD serta pembangunannya diprakarsai oleh BUMD. Pada kenyataan sudah berjalan
namun, belum maksimal. Sehingga terkendala dalam pelaksanaan pembangunan.
2. Dengan adanya tindak pidana korupsi
menyebabkan keterlambatan dalam pembangunan karena dalam prosesnya melibatkan
masyarakat yang memiliki tanah. Dan kerugian negara mencapai Rp 135 milyar.
3. Semua kegiatan pembangunan infrastruktur
yang ada di Indonesia jika tida ada kesesuaian antar stakeholder akan
menimbulkan permasalahan. Lebih lanjut lagi masalah pembiayaan merupakan hal
yang sensitif. Perlu sinergi yang berkelanjutan agar tidak terjadi masalah.
Daftar
Pustaka
BNISecurites. 2016. Angkasa
Pura I Raih Pinjaman Sindikasi senilai Rp 4 Triliyun. [Online]
BNIsecurites. Dalam: https://bnisecurities.co.id/2016/08/angkasa-pura-i-raih-pinjaman-sindikasi-senilai-rp4-triliun/. [10/09/2016]
Gunawan Adi Saputro dan Marwan Asri. 1989. Anggaran
Perusahaan Edisi Ketiga. BPFE.
Yogyakarta.
Grigg, Neil, 1988. Infrastructure
Engineering And Management. John Wiley and Sons.
Indonesia, Undang-Undang
Tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 2012.
Indonesia, Peraturan
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kota Banjarbaru Tahun
2011-2015, Perda Kota Banjarbaru No. 14 Tahun 2011.
Kodoatie,
J.R. dan R. Syarief, 2005. Pengelolaan
Sumber Daya Air Terpadu. Andi Offset, Yogyakarta.
Makhlani.
2007. Pola Pembangunan Ekonomi dengan
Pinjaman Luar Negeri. Departemen keuangan, Jakarta.
Maskuriah,
Ulul. 2014. Tiga Tersangka Korupsi
Bandara Banjarmasin Jadi Saksi. Antarakalsel, 19 Mei 2014. Dalam: http://www.antarakalsel.com/berita/17972/tiga-tersangka-korupsi-bandara-banjarmasin-jadi-saksi. [10/09/2016].
Mulyadi,
2001, Sistem Akuntansi, Edisi Ketiga,
Cetakan Ketiga, Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Oktavia,
Lusy (2010) Perancangan
Ulang Bandar Udara Internasional Supadio di Pontianak. S1 thesis, UAJY