Minggu, 09 Oktober 2016

Permasalahan Pembiayaan Pembanguan (Studi Kasus: Bandar Udara Syamsudin Noor Kalimantan Selatan)

halo kawan hari ini aku akan memposting pengetahuan baru mengenai critical reiview permasalahan pembiayaan pembangunan..semoga bermanfaat


BAB I
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekomoni di Indonesia cukup stabil dengan pertumbuhan rata-rata Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5,8%. Pertumbuhan ekonomi yang lebih lanjut mendasari Pemerintah Indonesia untuk mendorong pembangunan infrastruktur. Infrastruktur merupakan salah satu prasyarat dasar pembangunan ekonomi suatu negara. Pada tahun 2011, Pemerintah mengeluarkan sebuah rancangan pembangunan Indonesia yaitu Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2015 (MP3EI). Guna mencapai target tersebut pembanguan infrastruktur tersebut, (MP3EI) menekankan pentingnya pembangunan pada enan (6) koridor ekonomi yakni: Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Kalimantan menurut Menteri Hatta Rajasa (2011), menjadi salah satu yang mendapatkan investasi terbesar dalam pelaksanaan MP3EI yaitu sebesar Rp 178,1 triliyun. Pembangunan infrastruktur di Kalimantan selama ini masih kurang, dengan adanya MP3EI diharapkan pertumbuhan ekonomi Kalimantan membaik, agar mampu mendorong pembangunan infrastruktur, salah satunya adalah infrastruktur bandar udara. Kalimantan Selatan yang merupakan bagian dari Pulau Kalimantan juga sedang berbenah dalam pembangunan infrastruktur berupa bandar udara. Dalam Dokumen Penjabaran Perencanaan Daerah Kota Banjarbaru (2014) Bandar Udara Syamsuddin Noor merupakan kawasan strategis untuk kepentingan ekonomi.
Saat ini, Bandar Udara Syamsudin Noor merupakan bandar udara pengumpul skala sekunder yang akan dikembangkan menjadi bandar udara internasional, dimana keberadaan bandar udara tersebut telah menjadi pusat koleksi dan distribusi barang dan jasa dari dan ke Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Tengah dan sebagian Kalimantan Timur. PT. Angkasa Pura 1 sebagai operator dari Bandar Udara Syamsuddin Noor menyebutkan bahwa kapasitas bandara ini hanya bisa menampung 4 juta penumpang. Namun, data pada tahun 2013 jumlah penumpang dilayani mencapai 5,5 juta. Dengan adanya hal ini, maka direncanakan pengembangan Bandar Udara Syamsudin Noor dengan total investasi mencapai Rp 25 triliyun selama 5 tahun.
Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu negara,diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Kebutuhan pembiayaan pembangunan di masa yang akan datang diprediksi akan semakin besar. Kebutuhan yang semakin besar ini tidak akan dapat dibiayai oleh pemerintah saja melalui penerimaan pajak dan penerimaan lainnya seperti ekspor migas dan non-migas. Beberapa sektor lain yang dapat dijadikan alternatif sumber pembiayaan pembangunan adalah perbankan dan pasar modal. Selain itu pula pembiayaan pembanguan bisa melalui pihak swasta, dalam hal ini adalah kontraktor.
PT. Pembangunan Perumahan (2003) menjabarkan salah satu cara untuk mendapatkan suatu proyek konstruksi adalah dengan melakukan dan mengikuti penawaran lelang atau tender proyek. Tender atau penawaran lelang proyek merupakan bagian dari kegiatan pemasaran. Dalam jasa konstruksi, pelaksanaan lelang dilakukan oleh yang memberi tugas atau pemilik proyek dengan mengundang beberapa perusahaan jasa konstruksi untuk mendapatkan satu pemenang yang dapat melaksanakan proyek tersebut sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dengan harga yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan baik dari waktu, mutu, dan kualitas.
Pembangunan fisik Bandar Udara Syamsudin Noor belum sama sekali terlaksana, karena terkendala proses pembebasan lahan dan permasalahan dalam tender. Sejak tahun 2010 hingga sekarang masalah pembiayaan pembangunan bandara ini belum terlihat nyata. Dengan kapasitas yang ada dan juga status bandara bertaraf internasional. Seharusnya para pemangku kepentingan bisa bekerja sama untuk menyelsaikan permasalahan ini.

1.2  Rumusan Masalah
Terkait dengan latar belakang diatas, maka di dapat rumusan masalah, sebagai berikut:
1.  Proses Pembiayaan Pembangunan Bandar Udara Syamsuddin Noor.
2.  Peran pemangku kepentingan dalam pembangunan Bandar Udara Syamsudin Noor.
3.  Penyebab lambannya pembangunan Bandar Udara Syamsuddin Noor.

1.3  Tujuan
Tujuan dari penulisan Critical Review ini adalah:
1.    Mengetahui proses pembiayaan pembanguan Bandar Udara Syamsuddin Noor.
2.    Mengidentifikasi peran pemangku kepentingan dalam pembangunan bandar udara.
3.    Mengetahui penyebab lambannya pembangunan Bandar Udara Syamsuddin Noor.


BAB II
Konsep Dasar Teoritis
2.1.  Alasan Pemilihan Isu
Bandara merupakan salah satu intrumen infrastruktur yang sangat penting untuk menghubungkan setiap daerah yang ada di Indonesia. Karena keadaan geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan, sehingga bandara menjadi hal yang penting selain pelabuhan. Namun pembangunan infrastruktur bandar udara Syamsudin Noor di Kalimantan Selatan menemui banyak kendala dan masalah, mulai dari lambannya proses pembebasan lahan, korupsi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan, sudah sejak lama pembangunan bandar udara ini sekitar 5-6 tahun tertunda. Masyarakat seperti sudah bosan menunggu proses pembangunan bandara, ground breaking hanya sebagai serimonial saja guna membahagiakan pemerintah pusat. Isu ini jarang diangakat ke publik, sesungguhnya pembangunan bandara sudah berjalan mulai 2014. Kapasitas bandara yang sekarang yang sudah tidak mampu lagi menampung lonjakan penumpang yang ada. Belum lagi status bandara bertaraf internasional yang semakin menjadi beban. Bandara merupakan pintu masuk wisatawan yang menuju daerah, jika bandaranya sudah terlihat kurang tertata, bagaimana para wiasatawan ingin berkunjung ke Kalimantan Selatan. Itulah mengapa isu ini diangkat

2.2.  Infrastruktur
        Pengertian infrastruktur, menurut Grigg (1988) infrastruktrur merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung dan fasilitas public lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun ekonomi. pengertian ini merujuk pada infrastruktur sebagai suatu sistem. Dimana infrastruktur dalam sebuah sistem adalah bagian berupa sarana dan prasarana yang tidak terpisahkan satu sama lain.
        Seperti yang dikatakan Kodoatie (2005) ,Infrastruktur sendiri dalam sebuah sistem yang menopang sistem sosial dan sistem ekonomi sekaligus menjadi penghubung dengan dengan sistem lingkungan. Ketersediaan infrastruktur memberikan dampak terhadap sistem sosial dan ekonomi yang ada dalam kehidupan masyarakat. Oleh kerena itu, infrastruktur perlu dipahami sebagai dasar – dasar dalam mengambil kebijakan.
        Berdasarkan Stone (1974) dalam American Public Work, infrastruktur didifinisikan sebagai fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh para agen public untuk memenuhi fungsi-fungsi pemerintahan dalam menyediakan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi, dan pelayanan-pelayanan semacamnya untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial. Dengan demikian infrastruktur adalah aset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga memberikan pelayanan publik yang penting. Sedangkan fasilitas dan struktur dasar, peralatan, instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat disebut sebagai sistem infrastruktur. Pembangunan infrastruktur dalam sebuah sistem menjadi penopang kegiatan yang ada dalam suatu ruang. Infrastruktur merupakan tempat dan juga katalisator dalam sebuah pembangunan. Ketersediaan infrastruktur dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang menuju pada perkembangan ekonomi suatu kawasan. Sistem rekayasa dan menejemen infrastruktur berpengaruh kepada sistem tata guna lahan yang akhirnya membangun suatu kegiatan. Hubungan pembanguan infrastruktur dan tata guna lahan sudah ditegaskan oleh Grigg dan Fontane (2000). Peran infrastruktur sebagai mediator antara sistem sosial dan ekonomi dalam kehidupan dengan tetap didukung oleh lingkungan alam. Jika infrastruktur kurang mendukung dalam hal ini kurangnya fungsi akan memberikan dampak kepada kehidupan manusia dan sebaliknya jika infrastruktur berlebihan  dengan tidak memperhitungkan daya dukung lingkungan akan merusak alam yang pada akhirnya akan merugikan manusia dan mahluk hidup lainnya. Selain itu infrastruktur merupakan pendukung dari sistem sosial dan ekonomi, dimana sistem ekonomi didukung oleh sistem infrastruktur dan sistem sosial sebagi obyek dan sasaran didukung oleh sistem ekonomi. Oleh karena itu setiap perencaan dan perancangan sebaiknya dilakukan dengan terpadu dan menyeluruh.
        Jadi, infrastruktur merupakan suatu fasilitas yang dibangun atau dikembangkan untuk kepentingan publik untuk memenuhi fungsi pemerintah dalam mendukung aktivitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Seperti ketersediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi, dan pelayanan semacamnya untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial. Pembangunan infrastruktur menjadi penopang kegiatan dalam suatu kawasan dan menjadi katalisator dalam sebuah pembangunan. Infrastruktur berperan sebagai mediator antara sistem sosial dan ekonomi serta didukung lingkungan alam. Itu sebabnya dalam setiap perencanaan harus dilakukan secara terpadu dan menyeluruh.

2.3.  Pengetian Bandar Udara
Bandar udara merupakan bagian dari infrastruktur, yang pembangunannya harus dikaji dengan matang, terpadu dan menyeluruh. Bandar udara atau bandara memiliki pengertian yang berasal dari kata "bandar" (tempat berlabuh) dan "udara". Bandar udara diartikan sebagai "suatu tempat di darat atau di air di mana pesawat udara dapat mendarat untuk menurunkan atau mengangkut penumpang dan barang, mengadakan perbaikan atau mengisi bahan bakar” (G&G Meriem Company , 1959). Maka, arsitektur bandara dapat diartikan sebagai suatu wadah yang berfungsi menampung perpindahan orang atau barang dari suatu mode angkutan ke kendaraan udara atau sebaliknya. Di dalamnya menyangkut bangunan terminal (terminal building), tempat parkir pesawat terbang (apron), parkir kendaraan darat, jalan, jalur hijau. Sedangkan definisi bandar udara menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah "lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat". Berdasarkan klasifikasi atau status bandara, menurut pelayanannya sesuai dengan rute penerbangan dan peranan pemerintah dapat dibedakan atas: bandara internasional, bandara domestik, bandara internasional dan domestik. Status bandara berpengaruh pula terhadap panjang landasannya yang sesuai dengan jelajah pesawat terbangnya. Berdasarkan sumber Ditjen Perhubungan Udara , panjang minimal landasan yang dimiliki bandara sesuai dengan klasifikasinya, yakni bandara internasional 2.350 m, bandara pusat utama 1.850 m, bandara propinsi 1.250 m, dan bandara perintis 750 m. Wujud dasar suatu bandara umumnya dikelompokkan menjadi dua bagian, sebagai berikut.:
1)    Terminal Building yang di dalamnya terdapat
a)  Bangunan terminal sebagai fasilitas wadah kegiatan penanganan penumpang dan barang, kegiatan airlines, pengelolaan dan kegiatan lain yang mendukungnya,
b)  Hanggar dari pesawat sebagai wadah kegiatan pemeliharaan pesawat,
c)  Fasilitas pemeliharaan bandara, termasuk pemadam kebakaran
d)  Apron, untuk fasilitas bongkar muat barang dan penumpang serta juga wadah kegiatan pelayanan teknis pesawat.
2)    Landasan pacu (runway) yang meliputi prinsip pengaturan tata letak runway yang dapat dibagi jadi 3 bagian, yakni: single runway, paralel runway dan divergent runway. Pengaturan ini dapat dikembangkan lebih lanjut yang dipengaruhi oleh kebutuhan panjangnya, jumlah dan arah runway.
Adapun istilah yang berkaitan dengan operasi penerbangan
1.    Penerbangan berjadwal : penerbangan secara teratur dan tetap pada jalurjalur tertentu untuk mengangkut penumpang barang jasa dan pos.
2.    Penerbangan tak berjadwal : penerbangan secara sewaktu-waktu pada jalur-jalur yang diperlukan untuk mengangkut penumpang barang jasa dan pos.

2.4.  Fungsi Bandara Udara
Bandara berfungsi sebagai suatu tempat dengan segala perlengkapan beserta gedungnya, dipakai untuk pemberangkatan, pendaratan dan pelayanan bagi pesawat terbang dengan segala muatannya, berupa penumpang dan barang. Artinya, bandara merupakan tempat perpindahan dari sub sistem angkutan udara ke udara, udara ke darat atau udara ke air. Dewasa ini fungsi bandar udara telah banyak bergeser dibeberapa belahan dunia. Pergeseran dimaksud adalah pengelolaan bandar udara yang semula berfungsi sebagai tempat tujuan (destination airport) berubah atau bertambah menjadi tempat transit (transit airport) yang sekaligus merupakan kawasan bisnis (aerometropolitan).
Pentingnya pengembangan sektor transportasi udara :
1.    Merupakan urat nadi Pembangunan Nasioanal untuk melancarakan arus manusia barang maupu informasi sebagai penunjang tercapainya pengalokasian sumber-sumber perekonomian secara optimal untuk itu jasa transportasi harus cukup tersedia secara merata dan terjangkau daya beli masyarakat.
2.    Mempercepat arus lalu lintas penumpang, kargo servis.
3.    Peran Transportasi Udara Dalam Integrasi Nasional: Penunjang Dan Pendorong Stabilitas Wilayah Perbatasan Indonesia

2.5.  Aktifitas Bandar Udara
Bandara merupakan penghubung antara transportasi daratan dan udara yang secara umum bandara mempunyai fungsi sebagai :
1.    Tempat keberangkatan dan kedatangan penumpang pesawat
2.    Untuk bokar/muat barang atau naik/turun penumpang
3.    Tempat perpindahan (interchange) antar transit
Unsur-unsur pokok yang terkait di dalam angkutan udara antara lain : pesawat udara, terminal, en route (air way, navigation, meteorology approach control dan radio monitoring). Masing-masing unsur ini memiliki ketergantungan yang sangat erat satu sama lain, sehingga jika satu berkembang maka yang lain akan berkembang juga sejalan dengan urgensinya.
Kegiatan yang menunjang unsur-unsur pokok itu antara lain :
1.    Kegiatan pelayanan penumpang dan barang secara operasional maupun administratif,
2.    Pelayanan bagi keamanan penerbangan pada waktu terbang, mendarat atau naik,
3.    Pelayanan pesawat terbang dalam hal teknis dan operasional, yang sesuai dengan hukum-hukum internasional maupun domestik, menyangkut peranan pemerintah dalam transportasi udara.
Sebelum melahirkan macam ruang yang dibutuhkan, tentu harus dianalisis pola pewadahannya sampai kegiatan yang ada di bandara. Macam kegiatan itu antara lain meliputi:
1.    airlines (agen penerbangan, penjualan tiket, sampai administrasi dan operasional),
2.     pelayanan umum (kedatangan dan keberangkatan penumpang, transit, istirahat makan/minum), persewaan (penjualan suvenir, jasa, surat menyurat, perhubungan),
3.     pengelola bandara (pimpinan, kepala bagian, staf, dan pelaksana),
4.     prosessing penumpang (pengawasan atau kontrol),
5.    sirkulasi dan utilitas (untuk penumpang maupun petugas),
6.    cargo,
7.    pelayanan parkir, dan
8.    penunjang kegiatan (teknis dan jaga).

2.6.  Tipe bandar udara
Klasifikasi airport atau bandara Menurut Horonjeff (1994) ditentukan oleh berat pesawat terbang hal ini penting untuk menentukan tebal perkerasan runway, taxiway dan apron, panjang runway lepas landas dan pendaratan pada suatu bandara. Bentang sayap dan panjang badan pesawat mempengaruhi ukuran apron parkir, yang akan mempengaruhi susunan gedung-gedung terminal. Ukuran pesawat juga menentukan lebar runway, taxiway dan jarak antara keduanya, serta mempengaruhi jari-jari putar yang dibutuhkan pada kurva-kurva perkerasan. Kapasitas penumpang mempunyai pengaruh penting dalam menentukan fasilitas di dalam dan yang berdekatan dengan gedung-gedung terminal. Panjang runway mempengaruhi sebagian besar daerah yang dibutuhkan di suatu bandara. Selain berat pesawat, konfigurasi roda pendaratan utama sangat berpengaruh terhadap perancangan tebal lapis keras. Pada umumnya konfigurasi roda pendaratan utama dirancang untuk menyerap gaya-gaya yang ditimbulkan selama melakukan pendaratan (semakin besar gaya yang ditimbulkan semakin kuat roda yang digunakan), dan untuk menahan beban yang lebih kecil dari beban pesawat lepas landas maksimum. Dan selama pendaratan berat pesawat akan berkurang akibat terpakainya bahan bakar yang cukup besar.
 Berdasarkan klasifikasi atau status bandara, menurut pelayanannya sesuai dengan rute penerbangan dan peranan pemerintah dapat dibedakan atas: bandara internasional, bandara domestik, bandara internasional dan domestik.
1.    Bandar udara domestik merupakan sebuah bandar udara yang hanya menangani penerbangan domestik atau penerbangan di negara yang sama. Bandara domestik tidak memiliki fasilitas bea cukai dan imigrasi dan tidak mampu menangani penerbangan menuju atau dari bandara luar negeri.
2.    Bandar udara internasional merupakan sebuah bandar udara yang dilengkapi dengan fasilitas bea cukai dan imigrasi untuk menangani penerbangan internasional menuju dan dari negara lainnya. Bandara sejenis itu umumnya lebih besar, dan sering memiliki landasan lebih panjang dan fasilitas untuk menampung pesawat besar yang sering digunakan untuk perjalanan internasional atau antar benua.
Penentuan jenis bandar udara ini berdasarkan :
a.    Kebutuhan masa sekarang dan yang akan datang dari kota dan lingkungan sekitar bandar udara atau bahkan lingkup suatu negara tehadap luas jangkauan jalur penerbangan
b.    Kebutuhan politis yang disyaratkan misalnya sebuah bandara udara internasional untuk sebuah ibukota negara dan sebuah bandara udara domestik untuk ibukota propinsi atau sesuai pertimbangan politis lainnya.

2.7.    Sumber-sumber Pembiayaan Pembangunan
Secara teoritis, modal bagi pembiayaan pembangunan perkotaan diperoleh dari 3 suber dasar: pemerintah/public, swasta/private, dan gabungan antara pemerintah dan swasta. Sumber pembiayaan pembangunan merupakan pengalokasian dana yang digunakan untuk pembangunan kegiatan ekonomi, sosial, fisik, dll. Sumber pembiayaan sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu: sumber pembiayaan konvensional dan sumber pembiayaan non konvensional. Sumber pembiayaan konvensional diperoleh dari pemerintah, yaitu dari anggaran pemerintah seperti APBN/APBD, pajak, retribusi. Sedangkan non konvensional berasal dari pinljaman luar negeri. Menurut Mulyadi (2001, p.488), anggaran adalah suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu satu tahun. Menurut Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri (1989:6), anggaran adalah suatu pendekatan yang formal dan sistematis daripada pelaksanaan tanggung jawab manajemen dalam perencanaan, koordinasi, dan pengawasan.
Definisi anggaran, atau biasa disebut dengan pembiayaan publik di atas, dapat digunakan baik dalam lingkup rumah tangga maupun daerah/negara. Anggaran terbagi menjadi 2, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBN dikeluarkan oleh pemerintah pusat atas persetujuan DPR. Sedangkan APBD dikeluarkan oleh pemerintah daerah melalui persetujuan DPRD. Perbedaan undang-undang perda tentang APBN/APBD dengan undang-undang lainnya adalah:
● Periodisitas dan kontinuitas, artinya undang-undang anggaran hanya berlaku satu tahun. Sedangkan undang-undang lain berlaku secara terus menerus.
● Materiil, artinya undang-undang anggaran hanya berlaku bagi pemerintah. Sedangkan undang-undang lain mengikat semua masyarakat.


2.7.1.    RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah)
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Banjarbaru 2011-2015, bandar udara Syamsudin Noor masuk kedalam struktur sistem pusat pelayanan kegiatan kota, dengan luas wilayah kawasan kurang lebih 400 Ha di Kecamatan Landasan Ulin. Dari data yang ada jumlah penumpang Bandara Syamsudin Noor pada tahun 2009 sebanyak 1. 032. 415 orang.


2.7.2.    Sistem Anggaran di Indonesia
Sistem anggaran di Indonesia menggunakan sistem anggaran daerah dan terpusat. Pada saat berlangsungnya masa orde baru sistem anggaran di Indonesia merupakan sistem anggaran terpusat, dimana semua anggaran yang ada tercantum dalam APBN. Pada era reformasi, yakni sekitar tahun 1999 diberlakukan kebijakan otonomi daerah yang pada akhirnya mengharuskan pemerintah daerah untuk memiliki buku anggarannya sendiri atau biasa disebut APBD. APBN sendiri disahkan oleh Kementrian Keuangan sedangkan APBD disahkan oleh Kementrian Dalam Negeri. Karena Indonesia menggunakan sistem anggaran terpusat dan sistem anggaran daerah maka sistem anggaran di Indonesia disebut sistem anggaran yang terpadu.

2.7.3.    Pinjaman Luar Negeri
Makhlani dalam tulisannya yang berjudul Pola Pembangunan Ekonomi dengan Pinjaman Luar Negeri (2007) menyatakan bahwa:
(i)      Terdapat hubungan kausalitas antara Pinjaman Luar Negeri dengan pertumbuhan ekonomi, Pinjaman Luar Negeri pemerintah, dan Pinjaman Luar Negeri swasta.
(ii)    Sifat kausalitas antara Pinajaman Luar Negeri dan pertumbuhan ekonomi telah membentuk pola pembangunan dengan Pinjaman Luar Negeri dan dapat menjadi penyebab akumulasi Pinjaman Luar Negeri yang besar.
(iii)   Karakteristik Pinjaman Luar Negeri pemerintah dan Pinjaman Luar Negeri swasta tidak sama sehingga berdampak beda atas pertumbuhan ekonomi dan sifat kausalitas antara Pinjaman Luar Negeri pemerintah dan Pinjaman Luar Negeri swasta dapat membentuk kombinasi Pinjaman Luar Negeri yang efektif.
Makhlani juga berpendapat tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Pinjaman Luar Negeri yang diterima suatu negara dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan Pinjaman Luar Negeri hanya merupakan substitusi mobilisasi yang bersumber dari dalam negeri dan Pinjaman Luar Negeri yang besar dapat menyebabkan ekonomi suatu negara rentan terhadap gejolak perekonomian global. Hal ini telah terbukti di Indonesia yang merupakan salah satu negera berkembang dan memiliki Pinjaman Luar Negeri yang terus meningkat baik Pinjaman Luar Negeri Pemerintah maupun Pinjaman Luar Negeri Swasta. Pinjaman Luar Negeri Swasta melalui Frankfurt Agreement yang menghasilkan 3 program yaitu:
1.    Penyelesaian masalah Pinajaman Luar Negeri antarbank melalui program Interbank Debt  Exchange Offer.
2.    Penyelesaian kendala pembiayaan perdagangan melalui program Trade Maintence Facility.
3.    Penyelesaian masalah pinjaman sektor swasta non bank melalui program Indonesian Debt  Restructuring Agency.


BAB III
Analisa (Criical Review)
3.1.  Analisa Kebijakan Pembiayaan Pembangunan Bandara
Berdasarkan kajian teori yang sudah dibahas pada Sub Bab II, mengenai bandara merupakan salah satu prasarana infrastruktur transpotasi yang memudahkan perpindahan barang dan juga manusia dari satu tempat ke tempat lainnya sesuai dengan tujuan. Indonesia yang merupakan negara kepulauan pasti sangat membutuhkan infrastruktur bandara yang memadai guna melayani semua kebutuhan penerbangan. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mengajukan pembangunan Bandar Udara Syamsudin Noor dengan mekanisme pembiayaan yang ada. Berdasarkan PP No. 40 Tahun 2012, bahwa pembiayaan pembangunan bandar udara dilaksanakan sesuai dengan mekanisme APBN. Dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan disetujui oleh DPRD serta pembangunannya diprakarsai oleh BUMD.
Dalam mekanismenya pemerintah daerah bekerjasama dengan pihak swasta atau dalam hal ini pembiayaan non konvensional. Seperti halnya dengan Bandara Syamsudin Noor disebutkan bahwa pembiayaan dilakukan dengan pemberian pinjaman berjangka waktu panjang serta dengan penerbitan obligasi. Bandara Syamsudin Noor sendiri membutuhkan dana pengembangan sebesar Rp 2,3 triliyun. Dalam pembangunannya sudah tertunda sejak tahun 2010. Keterlambatan ini dikarenakan proses pembebasan lahan yang belum usai akibat dari tumpang tindih lahan, ketidaksesuaian harga ganti rugi. Seharusnya pemerintah sudah menyiapkan kebijakan mengenai ganti rugi lahan, seperti yang di ketahui harga ganti rugi lahan berbeda-beda di setiap tempat. Padahal kebutuhan akan bandara baru sangat mendesak dengan adanya hal ini maka proses pembangunannya terganggu.

3.2.  Analisa Permasalahan Pemangku Kepentingan
Setiap proyek pembangunan berskala besar seperti pembangunan bandara memiliki potensi yang besar akan penyelewengan. Dana yang besar membuat semua orang terpana dan berani untuk melakukan kecurangan seperti korupsi. Salah satu penghambat pembangunan Bandara Syamsudin Noor terjadi karena beberapa pemangku kepentingan melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan. Mereka berani menyelewengkan dana pembebasan lahan pembangunan Bandara Syamsudin Noor. Dalam proses pembebasan lahan untuk perluasan bandara terjadi penyimpangan pada pemberian ganti rugi yakni uang diberikan  bukan kepada orang yang sebenarnya pemilik. Kerugian negara akibat perbuatan ini sebesar Rp 135 milyar.
Sebagai pemangku kepentingan seharusnya bertanggung jawab akan tugas yang sudah diberikan. Yang dirugikan adalah warga Kalsel khususnya yang menanti pembangunan Bandara Syamsudin Noor, karena kapasitas bandara yang sudah berlebihan.

3.3.  Rekomendasi
Banyak stakeholder yang terkait di dalam perencanaan pembangunan infrastruktur Badar Udara Syamsudin Noor, mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota Banjarbaru, Badan Pertanahan Nasional Kota Banjarbaru, PT. Angkasa Pura 1 sebagai operator bandara, dan masyarakat sekitar bandara, serta masih banyak lagi. Pemerintah pusat lebih berperan kepada pendanaan melalui APBN, pemerintah provinsi berperan dalam pendanaan melalui APBD Kalimantan Selatan. Jika semua stakeholder dapat bekerjasama, mungkin semua permasalahan pembiayaan pembangunan dari Bandara Syamsudin Noor bisa berjalan dengan baik. Pemerintah Provinsi selalu memberikan perkembangan pembangunan bandara kepada pemerintah pusat. Selanjutnya pemerintah pusat mengawasi kinerja dari dari pemerintah Provinsi, dan tidak segan bertindak tegas apabila terjadi kekeliruan. Seperti memotong dana pembangunan Bandara. Dan keterbukaan terhadap pendanaan pembangunan.
Komposisi pinjaman tidak jadi masalah akan tetapi harus untung lebih besar dari pada titik kritis suatu usaha sehingga di dapat hasil yang maksimal, perlu diakuakan efisiensi pengeluaran dan optimalisai pendapatan sebagai langkah untuk mengantisipasi tren turunnya penumpang, jumlah dan pinjaman sesuaikan dengan batas titik jenuh investasi sehingga tidak menimbulkan ke mubaziran atau buang-buang uang.

BAB IV
Kesimpulan
4.1.  Kesimpulan
        Dari hasil analisis mengunakan teori yang ada dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasalahan pembiayaan pembangunan Bandara Syamsudin Noor sebagai berikut:
1.    Peratuaran Pemerintah No. 40 Tahun 2012 menjelaskan bahwa pembiayaan pembangunan bandar udara dilaksanakan sesuai dengan mekanisme APBN. Dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan disetujui oleh DPRD serta pembangunannya diprakarsai oleh BUMD. Pada kenyataan sudah berjalan namun, belum maksimal. Sehingga terkendala dalam pelaksanaan pembangunan.
2.    Dengan adanya tindak pidana korupsi menyebabkan keterlambatan dalam pembangunan karena dalam prosesnya melibatkan masyarakat yang memiliki tanah. Dan kerugian negara mencapai Rp 135 milyar.
3.    Semua kegiatan pembangunan infrastruktur yang ada di Indonesia jika tida ada kesesuaian antar stakeholder akan menimbulkan permasalahan. Lebih lanjut lagi masalah pembiayaan merupakan hal yang sensitif. Perlu sinergi yang berkelanjutan agar tidak terjadi masalah.
  
Daftar Pustaka
BNISecurites. 2016. Angkasa Pura I Raih Pinjaman Sindikasi senilai Rp 4 Triliyun. [Online] BNIsecurites. Dalam: https://bnisecurities.co.id/2016/08/angkasa-pura-i-raih-pinjaman-sindikasi-senilai-rp4-triliun/. [10/09/2016]
Gunawan Adi Saputro dan Marwan Asri. 1989. Anggaran Perusahaan Edisi Ketiga. BPFE.
         Yogyakarta.
Grigg, Neil, 1988. Infrastructure Engineering And Management. John Wiley and Sons.
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 2012.
Indonesia, Peraturan Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kota Banjarbaru Tahun 2011-2015, Perda Kota Banjarbaru No. 14 Tahun 2011.
Kodoatie, J.R. dan R. Syarief, 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Andi Offset, Yogyakarta.
Makhlani. 2007. Pola Pembangunan Ekonomi dengan Pinjaman Luar Negeri. Departemen keuangan, Jakarta.
Maskuriah, Ulul. 2014. Tiga Tersangka Korupsi Bandara Banjarmasin Jadi Saksi. Antarakalsel, 19 Mei 2014. Dalam: http://www.antarakalsel.com/berita/17972/tiga-tersangka-korupsi-bandara-banjarmasin-jadi-saksi. [10/09/2016].
Mulyadi, 2001, Sistem Akuntansi, Edisi Ketiga, Cetakan Ketiga, Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Oktavia, Lusy (2010) Perancangan Ulang Bandar Udara Internasional Supadio di Pontianak. S1 thesis, UAJY