Minggu, 19 Maret 2017

Pengantar Lingkungan Pesisir

Ekosistem Hutan Mangrove di Pulau Sebuku, Kalimantan Selatan
Ekosistem mangrove merupakan suatu ekosistem khas di wilayah pesisir yang merupakan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara komponen abiotik seperti senyawa anorganik, organik dan iklim (pasang surut, salinitas, dan lain-lain) dengan komponen biotik seperti produsen (vegetasi, plankton), konsumen makro (serangga, ikan, burung, buaya, dan lain-lain. Hutan mangrove sebagai bagian dari ekosistem mangrove telah mengalami penurunan, baik dalam hal kualitas fungsi ekosistem mangrove maupun kuantitas berupa penurunan kualitas fungsi ekosistem mangrove maupun kuantitas berupa penurunan hutan mangrovenya. Laporan FAO (2007) bahwa telah terjadi degrasai hutan mangrove dunia seluas 5 juta hektar (20%) dalam kurun waktu 20 tahun. Sedangkan Hence (2010) melaporkan degradasi hutan mangrove di Indonesia adalah seluas 35% dalam kurun waktu 18 tahun. Terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas hutan mangrove tersebut disebabkan oleh adanya kegiatan eksploitasi hutan yang berlebihan; konversi hutan menjadi areal pertanian, permukiman, industri dan sebagainya; kontaminasi; bencan alam; serta kenaikan muka laut akibat pemanasan global. 
Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di tingkat dunia, yaitu 19%. Hutan mangrove di Indonesia memiliki luasan sebesar 3.244.018,64 ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, yang termasuk hutan mangrove di Pulau Sebuku Kalimantan Selatan seluas sekitar 3.341 ha. Hutan mangrove Pulau Sebuku merupakan bagian dari kawasan suaka alam tipe ekosistem mangrove yang berada di kawsan Cagar Alam Selat Sebuku di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumberdaya Alam Kalimantan Selatan. Sebagai bagian dari kawasan suaka alam, hutan mangrove Pulau Sebuku perlu dilindungi dan perkembangannya harus berlangsung secara alami. Keberadaan hutan mangrove sangat penting, berfungsi sebagai habitat dari berbagai jenis makhluk hidup seperti kepiting, moluska, udang, burung, dan serangga; sebagai areal perlindungan dan pembibitan ikan-ikan juvenile; serta menghasilkan produk kayu dan non kayu seperti arang, makanan ternak, kayu bakar, makanan dan obat-obatan. Selain itu, hutan mangrove juga menghasilkan berbagai jasa lingkungan, seperti menstabilkan garis pantai (perlindungan terhadap abrasi), mengendalikan kualitas air (perlindungan terhadap instrusi air laut dan pemurnian air tercemar), dan memitigas perubahan iklim global (ekosistem yang sangat produktif untuk mengurangi CO2 di atmosfer). Hutan mangrove dapat menyerap  CO2 sebesar 500-600 ton CO2/ha/tahun (Cahyaningrum et al. 2014).
Hutan mangrove Pulau Sebuku merupakan baguan dari Cagar Alam Selat Sebuku yang termasuk wilayah kerja Seksi Konservasi III Balik Konservasi Sumberdaya Alam Kalimantan Selatan. Secara geografis, kawasan ini terletak antara 03°23’ - 03°38’ LS dan 116°15’ - 116°24’ BT. Secara adminstratif, hutan mangrove Pulau Sebuku berada di wilayah Kecamatan Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Hutan mangrove di Pulau Sebuku memiliki bentuk wilayah dataran datar dengan kemiringan lahan di bawah 3% didominasi bentuk lahan (landfrom) dataran lumpur pasang surut bervegetasi mangrove dan nipah yang menyebar di sisi barat pulau memanjang dari ujung utara sampai selatan pulau. Bahan induk di hutan mangrove Pulau Sebuku berupa bahan endapan aluvial dan marin. Bahan induk alluvial dan marin tersebut merupakan bahan hasil pengendapan dari bahan-bahan yang terbawa air dari bagian tengah berlereng (bahan alluvial) yang letaknya pada daratan pelembahan dan pantai yang terpengaruh oleh aktivitas laut (endapan marin) yang letaknya pada daratan pantai sepanjang sisi barat pulau.
Pulau sebuku memiliki karakteristik sungai utama yang mengalir ke daerah alluvial di Selat Sebuku yang berada di sebelah barat. Terdapat tujuh muara sungai di sebelah barat Pulau Sebuku yang merupakan lokasi keberadaan hutan mangrove, antara lain: Tanjung Mangkok, Sungai Bali, Sungai Dungun, Sungai Sekaman, Sungai Selamet, Sungai Merah, dan Sungai Tarusan. Hutan mangrove Pulau Sebuku berada di sepanjang sisi barat dari utara sampais selatan Pulau Sebuku dengan presentasi 15,4% dari luas pulau. Lokasi hutan mangrove Pulau Sebuku berada berdekatan dengan area kuasa pertambangan PT Bahari Cakrawala Sebuku (BCS), PT Karbon Mahakam (KM), PT Metalindo Bumi Raya (MBR), dan PT Sebuku Iron Lateristic Ore (SILO). Hutan mangrove Pulau Sebuku memiliki 35 jenis satwa liar yang terdiri atas 7 jenis mamalia, 4 jenis reptilian, dan 24 jenis aves. Sebanyak 14 jenis satwa liar diantanya termasuk kedalam golongan satwa liar yang dilindungi.
Hutan mangrove Pulau Sebuku memiliki 10 jenis mangrove, yang terdiri atas 8 jenis berupa pohon mangrove dan permudaanna (Bruguiera gymnorrhiza, B. parviflora, Ceriops tagal, Rhizophora apiculate, R. mucronata, Sonneratia alba, Hertiera littoralis, Xylocarpus granatum), 1 jenis berupa palem-paleman (Nypa fruticans), dan 1 jenis berpa tumbuhan bawah (Acrostichum aureum). komposisi flora serta struktur dan penampakan umum hutan, komunitas hutan mangrove Pulau Sebuku memiliki 3 tipe, antara lain: komunitas mangrove menyemak (bakau-perepat), komunitas mangrove muda (bakau dan bakau-lengadai), dan komunitas nipah.
Hutan mangrove Pulau Sebuku memiliki kondisi ekosistem yang sangat rentan dari gangguan, baik dari aktivitas pertambangan batubara dan bijih besi disekitarnya maupun illegal logging yang dilakukan masyarakat sekitar untuk dibuta rumah maupun perahu untuk mencari ikan. Adanya gangguan tersebut menyebabkan gangguan terhadap keregaan hutan mangrove maupun faktor lingkungan fisiknya, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya pada fungsi ekosistem mangrove. Oleh karena itu , perlu adanya kegiatan rehabilitasi da restorasi agar ekosistem hutan mangrove Pulau Sebuku dapat lestari. Di sisi lain, sebagai cagar alam, perkembangan hutan mangrove Pulau Sebuku harus berlangsung alami, tidak boleh dilakuka kegiatan rehabilitasi yang dimaksudkan untuk menjaga kekhasan, keaslian, keunikan, dan keterwakilan dari jenis flora dan fauna serta ekosistemnya. Jika pemulihan hutan mangrove dibiarkan secara alami dan tekanan gangguan dari illegal logging serta pertambangan berlangsung terus menerus, maka tidak menutup kemungkinan ekosistem hutan mangrove Pulau Sebuku akan rusak. Oleh karena itu, perlu dilakukan perubahan fungsi kawasan yang dapat dilakukan rehabilitasi maupun restorasi dalam rangka pemulihan, seperti: suaka margasatwa, taman hutan raya, atau taman wisata alam.





DAFTAR PUSTAKA
Cahyaningrum ST, Hartoko A, Suryatni. 2014. Biomassa karbon mangrove pada kawasan mangrove Pulau Kemujan Taman Nasional Karimunjawa. Diponegoro Journal of Maquares. III (3): 34–42.
[FAO] Food and Agricultural Organization of United Nations. 2007. The World’s Mangrove 1980-2005: A Thematic Study in The Framework of The Global Forest Assestment 2005. Rome (IT): FAO.
Ghufrona, Raden Rodlyan. 2015. Keragaan Komposisi Jenis dan Struktur Hutan Mangrove Serta Faktor Lingkungan Fisik yang Mempengaruhinya di Pulau Sebuku, Kalimantan Selatan [Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hence J. 2010. NASA images reveal disappearing mangrove worldwide [internet]. [diacu 2014 Februari 28]. Tersedia dari: http://news.mongabay.com/2010/1201-hance_nasa_mangroves.html.