Rabu, 11 Oktober 2017

CRITICAL REVIEW PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN PACITAN



1.  PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas lautan hampir 70% dari total luas wilayahnya, memiliki keragaman dan kekayaan sumberdaya laut yang berlimpah. Pemanfaatan potensi perikanan dan kelautan dapat mengakselerasi pembangunan kawasan pesisir, pada akhirnya mampu meningkatkan perekonomian masyarakat. Potensi perikanan tangkap di Indonesia mencapai 9,9 juta ton per tahun, dan perikanan tangkap di laut mencapai 6,5 juta ton per tahun (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2016). Potensi sumberdaya laut dan pesisir yang begitu besar, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal.
Salah satu stategi dalam pengembangan sektor perikanan dan kelautan adalah melalui progam minapolitan. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. Kep 18/Men/2011 tentang Pedoman Umum Minapolitan. Minapolitan adalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas, dan percepatan. Pengembangan kawasan minapolitan merujuk pada adanya sinergi antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian fungsi lingkungan serta upaya penemuan teknologi ramah lingkungan yang dapat menjamin keberlanjutan lingkungan. Didalamnya diperlukan adanya strategi pengembangan ekonomi lokal yang dapat menyejahterakan masyarakat.
Strategi pembangunan wilayah diarahkan guna mendukung adanya pemerataan, pertumbuhan, dan keberlanjutan. Prinsip tersebut dapat menjadi indikator dalam pengembangan wilayah yang berupa adanya daya saing, produktivitas, dan efisiensi, sehingga paradigma pembangunan yang dilakukan harus lebih diorientasikan pada pembangunan spasial pada tingkat wilayah dan lokal dengan lebih mengutamakan kapsitas ekonomi lokal. Konsep pengembangan wilayah berbasis ekonomi lokal merupakan konsep pemabangunan yang didasarkan atas kemampuan kapasitas lokal yang semakin berkembang dengan prinsip utama adalah adanya kemitraan.
  Kabupaten Pacitan ditetapkan sebagai kawasan minapolitan yang termasuk dalam 197 kabupaten/kota yang ditetapkan sebagai kawasan minapolitan (Kepmen Perikanan dan Kelautan No.32/2010). Potensi kawasan minapolitan Kabupaten Pacitan terlihat dari letak perairan Pacitan yang berbatasan dengan laut pasifik sehingga berpotensi terhadap perikanan tangkap.

2.  PEMBAHASAN

Kabupaten Pacitan terletak di sebelah Barat Daya Propinsi Jawa Timur yang berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah. Terletak diantara 7,55° - 8,17° Lintang Selatan dan 110,55°- 111,25° Bujur Timur. Luas Kabupaten Pacitan 1.389,8716 km2, sebagian besar berupa bukit dan gunung, jurang terjal dan termasuk deretan Pegunungan Seribu yang membujur sepanjang Pulau Jawa. Kabupaten Pacitan memiki potensi sebagai kawasan minapolitan, yaitu
1)      Potensi Sektor Perikanan
Komoditas yang terdapat di perairan laut Kabupaten Pacitan bermacam-macam, seperti ikan Tuna dan Cakalang, pelagis kecil, ikan Kembung dan ikan Lemaru, demersal seperti ikan Pari maupun jenis udang (Crustacea) seperti Lobster, Rajungan dan lain-lain.
2)      Potensi Kawasan Pesisir
Potensi pesisir yang dimiliki wilayah kabupaten Pacitan cukup besar dengan panjang pantai mencapai hampir 71 km dengan luas sampai 4 mil laut mencapai 523,82 km2, membentang melewati 7 kecamatan. Ekosistem yang terdapat di wilayah pesisir Pacitan meliputi kawasan hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, estuaria, rumput laut dan pasir putih. Selain memiliki potensi perikanan, kawasan minapolitan Kabupaten Pacitan dapat menjadi daya tarik untuk pariwisata.
3)      Usaha Pengolahan hasil Perikanan
Pengelolaan hasil perikanan budidaya dan tangkap sebagian besar dikelola masyarakat secara peorangan dalam skala usaha yang kecil. Dalam meningkatkan prodiksi perikanan budidaya, dibangun balai benih ikan karena keberadaan benih merupakan mata rantai pertam dalam sektor produksi usaha budidaya ikan. Komoditas utama dalam perikanan budidaya adalah jenis udang, rumput laut, nila, lele, gurame, dan ikan mas. Untuk perikanan laut komuditas utama adalah lobster, manyung, remang, tongkol, dan rumput laut.
4)      Industri Perikanan
Terdapat beberapa jenis industri yang dikembangkan dalam mendukung pengembangan sektor sektor perikanan, diantaranya pabrik es, pabrik perahu/kapal, dan industri hasil perikanan. Industri pengolahan ikan sudah berkembang di Kabupaten Pacitan antara lain produk terasi, kripik ikan, pengeringan ikan, abon ikan, rumput laut. Untuk hasil perikanan budidaya dan tangkap dijual langsung dalam bentuk segar.
Tabel 2. 1 Ketersediaan Produksi Ikan di Kabupaten Pacitan tahun 2007-2008
Uraian
                             Tahun (dalam kg)
2007
2008
Perikanan Darat:
·     Penangkapan
·     Budidaya Air Tawar
·     Budidaya Air Payau

282.600
41.555
67.960

273.640
115.183
47.200
Perikanan Laut:
·     Penangkapan
·     Budidaya

3.397.261
136.715

3.712.110
198.214
Pemanfaatan:
·     Konsumsi
·     Ekpor
·     Non Konsumsi

1.658.258
1.819.000
56.718

1.810.479
2.037.280
62.565
Konsumsi Ikan
9,95 kg/kapita/th
9.99 kg/kapita/th
Sumber: Profil Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2008
Komoditas perikanan tangkap menadi andalan bagi Kabupaten Pacitan didominasi dari ikan pelagis besar, ikan tuna menadi penyumbang terbesar yaitu 34% dari total jumlah produksi perikanan tangkap di Kabupaten Pacitan tahun 2008, diikuti ikan cakalang sebesar 21%, ikan tongkol 13% dan ikan tenggiri 6%. Sedangkan dari ikan pelagi kecil, ikan lemuru, teri dan rebin menjadi komoditas andalan bagi Kabupaen Pacitan dengan nilai sebesar 3 %. Komoditaas andalan lain adalah ikan layur dari jenis ikan demersal kecil dengan nilai kontribusi sebesar 4%. Komoditas yang memiliki kriteria paling unggul baik secara kualitas dan kuantitas serta tingkat haraga adalah ikan tongkol.
  Dengan potensi yang dimiliki oleh kawasan minapolitan Kabupaten Pacitan seharusnya mampu dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Dalam pengembangan kawasan minapolitan belum didukung oleh upaya maksimal dari masyarakat melalui usaha pengolahan hasil perikanan dan juga pengembangan kawasan pariwisata. Pengolahan hasil perikanan yang ada hanya sebatas pada lingkup pasar lokal dengan jumlah produksi yang terbatas. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pacitan perlu adanya perencanaan pengembangan bisnis sektor perikanan (minabisnis) dengan pendekatan wilayah, komoditas dan sumberdaya. Pengembangan ini difokuskan pada komuditas unggulan yang memiliki daya saing komparatif maupun kompetitif. Peran serta masyarakat merupakan salah satu hal yang penting dalam pengembangan ekonomi lokal, dalam hal ini adalah ketersediaan tenaga kerja dengan usia produktif.
Laju pertumbuhan penduduk kurang didukung oleh upaya pengelolaan hasil perikanan secara maksimal, serta belum adanya dukungan dari pemerintah dan swasta dalam upaya pengembangan ekonomi lokal melalui pemberian nilai tambah produksi perikanan. Selain itu, keterbatasan dalam pengolahan perikanan berpengaruh terhadap nilai tambah hasil pengolahan perikanan, sehingga lingkup pasar hanya sebatas pasar lokal. Pengembangan ekonomi lokal merupakan konsep pengembangan wilayah yang menyempurnakan konsep yang dilaksanakan sebelumnya. Orientasi ini menekanpan pada pemberian prakarsa lokal dalam proses pembangunan yang bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong peningkatan ekonomi secara luas (Raharjo, 2005). Pengembangan ekonomi daerah berkaitan erat dengan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang ada. Pengembangan ekonomi lokal diartikan sebagai suatu proses yang melibatkan perumusan kelembagaan pembangunan didaerah dan peningkatan SDM untuk menciptakan produk-produk yang lebih baik, pencarian pasar dan kegiatan usaha pada skala lokal (Munir, 2007).

3.  REKOMENDASI

PEMBANGUNAN EKONOMI MASYARAKAT

Ketertinggalan pembangunan wilayah pesisir dan laut sebagai sumberdaya ekonomi, merupakan indikator sektor kelautan belum menjadi prioritas dalam pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Sumberdaya pesisir dan laut merupakan pilihan karena berlimpahnya sumberdaya yang ada serta belum dikelola secara optimal dan profesional. Dalam pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir harus memperhatikan tiga hal utama, yaitu:
1.         Apapun persepsi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, maka sebagai sumberdaya ekonomi baru yang kompetitif harus bermuara pada pengurangan kemiskinan masyarakat.
2.         Fokus kegiatan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sebagai sumber ekonomi baru harus berangkat pada pemikiran untuk meningkatkan pembangunan kegiatan ekonomi yang berbasis pada sumberdaya lokal yang ada.
3.         Sedini mungkinn membuat rambu-rambu pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang melibatkan masyarakat
Dalam menghadapi peluang dan tantangan pembangunan, maka pembangunan perikanan serta pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut harus mampu metranformasi berbagai usaha perikanan masyarakat kearah bisinis dan swasembada secara menyeluruh dan terpadu. Hal ini dapat diterapkan pada kawasan minapolitan Kabupaten Pacitan agar perkembangan ekonomi masyarakat dapat meningkat. Pendekatan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan dalam rangka mengembangkan ekonomi berbasis lokal di kawasan minapolitan terdiri harus saling terkait dan terpadu, yaitu
·         Pengelolaan hasil perikanan, meliputi kegiatan pengolahan sederhana yang dilakukan oleh petani dan nelayan tradisional hingga pengolahan dengan teknologi maju di pabrik yang mencakup penanganan pasca panen sampai produk siap dipasarkan.
·         Pemasaran hasil perikanan, meliputi kegiatan distribus dan pemasaran hasil perikananatau olahannya untuk memenuhi kebutuhan pasar. Termasuk pula didalamna kegitanan pemantaunan distribusi informasi pasar (market development) dan pengembangan produk (product development).
·         Pembinaan, mecakup kegiatan pembinaa institusi, iklim usaha yang kondusif, peraturan dan perundangan yang kondusif, pembinaan SDM, serta kepemimpinan yang baik agar kegiatan yang dilaksanakan dapat dicapai seefetif mungkin.
Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dalam kerangka pengembangan wilayah, akan lebih efektif bila dilaksanakan secara bersama-sama. Dengan demikian antara pemerintah dan masyarakat akan semakin dekat dan terpetakan berbagai masalah yang dihadapi sebagian masyarakat.

KERJASAMA PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT

Selain dengan pendekatan yang saling saling terkait dan terpadu. Peningkatan pengembangan ekonomi lokal pada kawasan minapolitan Kabupaten Pacitan dilakukan dengan pengelolaan yang kolaboratif, memadukan antara unsur masyarakat pangguna (kelompok nelayan, pengusaha perikanan dll) dan pemerintah tyang dikenal dengan Co-mangement yang menghindari peran dominan yang berlebihan dari satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga pembiasan aspirasi pada satu pihak dapat dieliminasi. Melalui model ini, pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dilaksanakn dengan menyatukan lembaga-lembaga terkait terutama masyarakat dan pemerinah serta stakeholder lainnya dalam setiap proses pengelolaan sumberdaya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan lahan dan pengawasan. Dalam jangka panjang, pelakasanaan Co-management ini akan memberikan perubahan kearah yang lebih baik yaitu:
·      Meingkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sumberdaya pesisir dan laut dalam menunjang kehidupan
·      Meningktkan kemampuan masyarakat, sehingga mampu berperan serta dalam tahapan pengelolaan secara terpadu.
·      Meningkatkan pendapatan masyarakat dengan bentuk-bentuk pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan serta berwawasan lingkungan.
Keberhasilan pengelolaan dengan model Co-management ini sangat dipengaruhi oleh kemauan pemerintah untuk medesentralisakikan tanggung jawab dan wewenang dalam penglolaan kepada nelayan dan stakeholder lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. 2005. Dasar-dasar Ekonomi Wilayah. Graha Ilmu: Yogyakarta.
Kementeriaan Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2016.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep. 32/Men/2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan
Munir, Risfan dan Fitanto, Bahtiar. 2007. Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif: Masalah, Kebijakan dan Panduan Pelaksanaan Kegiatan. Local Governance Support Program (LGSP): USAID
Rudyanto, Arifin. 2004. Kerangka Kerjasama Dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut. BAPPENAS: Jakarta
Wardhana, Nizar Harsya. 2014. Pengembangan Ekonomi Lokal Pada Kawasan Minapolitan Kabupaten Pacitan. Institut Teknologi Sepuluh November (ITS): Surabaya
Wiranto, Tatag. 2004. Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut Dalam Kerangka Pembangunan Perekonomian Daerah. BAPPENAS: Jakar

Minggu, 19 Maret 2017

Pengantar Lingkungan Pesisir

Ekosistem Hutan Mangrove di Pulau Sebuku, Kalimantan Selatan
Ekosistem mangrove merupakan suatu ekosistem khas di wilayah pesisir yang merupakan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara komponen abiotik seperti senyawa anorganik, organik dan iklim (pasang surut, salinitas, dan lain-lain) dengan komponen biotik seperti produsen (vegetasi, plankton), konsumen makro (serangga, ikan, burung, buaya, dan lain-lain. Hutan mangrove sebagai bagian dari ekosistem mangrove telah mengalami penurunan, baik dalam hal kualitas fungsi ekosistem mangrove maupun kuantitas berupa penurunan kualitas fungsi ekosistem mangrove maupun kuantitas berupa penurunan hutan mangrovenya. Laporan FAO (2007) bahwa telah terjadi degrasai hutan mangrove dunia seluas 5 juta hektar (20%) dalam kurun waktu 20 tahun. Sedangkan Hence (2010) melaporkan degradasi hutan mangrove di Indonesia adalah seluas 35% dalam kurun waktu 18 tahun. Terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas hutan mangrove tersebut disebabkan oleh adanya kegiatan eksploitasi hutan yang berlebihan; konversi hutan menjadi areal pertanian, permukiman, industri dan sebagainya; kontaminasi; bencan alam; serta kenaikan muka laut akibat pemanasan global. 
Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di tingkat dunia, yaitu 19%. Hutan mangrove di Indonesia memiliki luasan sebesar 3.244.018,64 ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, yang termasuk hutan mangrove di Pulau Sebuku Kalimantan Selatan seluas sekitar 3.341 ha. Hutan mangrove Pulau Sebuku merupakan bagian dari kawasan suaka alam tipe ekosistem mangrove yang berada di kawsan Cagar Alam Selat Sebuku di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumberdaya Alam Kalimantan Selatan. Sebagai bagian dari kawasan suaka alam, hutan mangrove Pulau Sebuku perlu dilindungi dan perkembangannya harus berlangsung secara alami. Keberadaan hutan mangrove sangat penting, berfungsi sebagai habitat dari berbagai jenis makhluk hidup seperti kepiting, moluska, udang, burung, dan serangga; sebagai areal perlindungan dan pembibitan ikan-ikan juvenile; serta menghasilkan produk kayu dan non kayu seperti arang, makanan ternak, kayu bakar, makanan dan obat-obatan. Selain itu, hutan mangrove juga menghasilkan berbagai jasa lingkungan, seperti menstabilkan garis pantai (perlindungan terhadap abrasi), mengendalikan kualitas air (perlindungan terhadap instrusi air laut dan pemurnian air tercemar), dan memitigas perubahan iklim global (ekosistem yang sangat produktif untuk mengurangi CO2 di atmosfer). Hutan mangrove dapat menyerap  CO2 sebesar 500-600 ton CO2/ha/tahun (Cahyaningrum et al. 2014).
Hutan mangrove Pulau Sebuku merupakan baguan dari Cagar Alam Selat Sebuku yang termasuk wilayah kerja Seksi Konservasi III Balik Konservasi Sumberdaya Alam Kalimantan Selatan. Secara geografis, kawasan ini terletak antara 03°23’ - 03°38’ LS dan 116°15’ - 116°24’ BT. Secara adminstratif, hutan mangrove Pulau Sebuku berada di wilayah Kecamatan Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Hutan mangrove di Pulau Sebuku memiliki bentuk wilayah dataran datar dengan kemiringan lahan di bawah 3% didominasi bentuk lahan (landfrom) dataran lumpur pasang surut bervegetasi mangrove dan nipah yang menyebar di sisi barat pulau memanjang dari ujung utara sampai selatan pulau. Bahan induk di hutan mangrove Pulau Sebuku berupa bahan endapan aluvial dan marin. Bahan induk alluvial dan marin tersebut merupakan bahan hasil pengendapan dari bahan-bahan yang terbawa air dari bagian tengah berlereng (bahan alluvial) yang letaknya pada daratan pelembahan dan pantai yang terpengaruh oleh aktivitas laut (endapan marin) yang letaknya pada daratan pantai sepanjang sisi barat pulau.
Pulau sebuku memiliki karakteristik sungai utama yang mengalir ke daerah alluvial di Selat Sebuku yang berada di sebelah barat. Terdapat tujuh muara sungai di sebelah barat Pulau Sebuku yang merupakan lokasi keberadaan hutan mangrove, antara lain: Tanjung Mangkok, Sungai Bali, Sungai Dungun, Sungai Sekaman, Sungai Selamet, Sungai Merah, dan Sungai Tarusan. Hutan mangrove Pulau Sebuku berada di sepanjang sisi barat dari utara sampais selatan Pulau Sebuku dengan presentasi 15,4% dari luas pulau. Lokasi hutan mangrove Pulau Sebuku berada berdekatan dengan area kuasa pertambangan PT Bahari Cakrawala Sebuku (BCS), PT Karbon Mahakam (KM), PT Metalindo Bumi Raya (MBR), dan PT Sebuku Iron Lateristic Ore (SILO). Hutan mangrove Pulau Sebuku memiliki 35 jenis satwa liar yang terdiri atas 7 jenis mamalia, 4 jenis reptilian, dan 24 jenis aves. Sebanyak 14 jenis satwa liar diantanya termasuk kedalam golongan satwa liar yang dilindungi.
Hutan mangrove Pulau Sebuku memiliki 10 jenis mangrove, yang terdiri atas 8 jenis berupa pohon mangrove dan permudaanna (Bruguiera gymnorrhiza, B. parviflora, Ceriops tagal, Rhizophora apiculate, R. mucronata, Sonneratia alba, Hertiera littoralis, Xylocarpus granatum), 1 jenis berupa palem-paleman (Nypa fruticans), dan 1 jenis berpa tumbuhan bawah (Acrostichum aureum). komposisi flora serta struktur dan penampakan umum hutan, komunitas hutan mangrove Pulau Sebuku memiliki 3 tipe, antara lain: komunitas mangrove menyemak (bakau-perepat), komunitas mangrove muda (bakau dan bakau-lengadai), dan komunitas nipah.
Hutan mangrove Pulau Sebuku memiliki kondisi ekosistem yang sangat rentan dari gangguan, baik dari aktivitas pertambangan batubara dan bijih besi disekitarnya maupun illegal logging yang dilakukan masyarakat sekitar untuk dibuta rumah maupun perahu untuk mencari ikan. Adanya gangguan tersebut menyebabkan gangguan terhadap keregaan hutan mangrove maupun faktor lingkungan fisiknya, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya pada fungsi ekosistem mangrove. Oleh karena itu , perlu adanya kegiatan rehabilitasi da restorasi agar ekosistem hutan mangrove Pulau Sebuku dapat lestari. Di sisi lain, sebagai cagar alam, perkembangan hutan mangrove Pulau Sebuku harus berlangsung alami, tidak boleh dilakuka kegiatan rehabilitasi yang dimaksudkan untuk menjaga kekhasan, keaslian, keunikan, dan keterwakilan dari jenis flora dan fauna serta ekosistemnya. Jika pemulihan hutan mangrove dibiarkan secara alami dan tekanan gangguan dari illegal logging serta pertambangan berlangsung terus menerus, maka tidak menutup kemungkinan ekosistem hutan mangrove Pulau Sebuku akan rusak. Oleh karena itu, perlu dilakukan perubahan fungsi kawasan yang dapat dilakukan rehabilitasi maupun restorasi dalam rangka pemulihan, seperti: suaka margasatwa, taman hutan raya, atau taman wisata alam.





DAFTAR PUSTAKA
Cahyaningrum ST, Hartoko A, Suryatni. 2014. Biomassa karbon mangrove pada kawasan mangrove Pulau Kemujan Taman Nasional Karimunjawa. Diponegoro Journal of Maquares. III (3): 34–42.
[FAO] Food and Agricultural Organization of United Nations. 2007. The World’s Mangrove 1980-2005: A Thematic Study in The Framework of The Global Forest Assestment 2005. Rome (IT): FAO.
Ghufrona, Raden Rodlyan. 2015. Keragaan Komposisi Jenis dan Struktur Hutan Mangrove Serta Faktor Lingkungan Fisik yang Mempengaruhinya di Pulau Sebuku, Kalimantan Selatan [Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hence J. 2010. NASA images reveal disappearing mangrove worldwide [internet]. [diacu 2014 Februari 28]. Tersedia dari: http://news.mongabay.com/2010/1201-hance_nasa_mangroves.html.